Inggris Tentukan Masa Depan

Kamis, 23 Juni 20160 komentar

Brexit Bisa Mengganggu Pemasaran Produk Indonesia

LONDON, RABU — Rakyat Inggris akan menentukan masa depan negaranya pada Kamis (23/6) ini melalui referendum Uni Eropa. Pada hari terakhir kampanye, mulai dari PM David Cameron sampai ribuan konglomerat mengingatkan tentang dampak keterpurukan ekonomi jika Inggris keluar dari UE. 

Sampai menjelang referendum, jajak pendapat tetap menunjukkan kedua kubu sama kuat meskipun posisi "pro UE" unggul tipis atas kubu Brexit. Dalam kompilasi jajak pendapat yang dilakukan What UK Thinks, kubu pro UE unggul 51-49 persen.

Tak ada yang bisa meramalkan hasil referendum. Namun, pasar taruhan lebih condong pada kemenangan pro UE. Alasannya, kubu pro UE meraih momentum setelah tragedi kematian anggota parlemen asal Partai Buruh, Jo Cox (41), yang ditembak saat berkampanye di Birstall, pekan lalu.
Dalam debat televisi terakhir yang diselenggarakan BBC selama 2 jam penuh di Stadion Wembley, Selasa malam, kedua kubu menampilkan juru kampanye utama. Di antaranya, Wali Kota London Sadiq Khan untuk pro UE, dan pendahulunya, mantan Wali Kota London Boris Johnson, yang mewakili Brexit.

Sengit

Perdebatan berlangsung sengit dan panas. Topik yang paling banyak diperdebatkan adalah masalah ekonomi, perdagangan, imigrasi, dan kedaulatan.

Khan mengkritik Johnson soal imigrasi dengan mengatakan, "Anda menyebarkan kebohongan dan mencoba menakut-nakuti rakyat. Anda seharusnya malu, Boris."

Wali kota keturunan Pakistan ini merujuk pada selebaran dari kubu Brexit yang mengatakan, Turki yang penduduknya mayoritas Islam akan segera bergabung ke UE.

Johnson menyerang balik Khan dan mengatakan, kubu pro UE telah menyebarkan ketakutan dengan mengatakan bahwa Brexit berdampak buruk pada ekonomi Inggris. "Mereka mengatakan kita tak punya pilihan, kecuali tunduk pada Brussels. Kami katakan, Anda terlalu merendahkan apa yang negeri ini bisa lakukan," kata Johnson.

Johnson kemudian mengatakan bahwa Menteri Dalam Negeri Inggris tidak bisa mendeportasi pelaku kriminal karena terikat peraturan Uni Eropa (UE). "Bagaimana mungkin kubu pro UE bisa mengatakan bahwa keamanan kita makin baik dengan berada di blok ini?"

Khan langsung menantang Johnson untuk menyebutkan siapa sekutu Inggris di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang mendukung Brexit.

Johnson menutup pernyataannya dengan mengatakan, "Kamis akan menjadi hari kemerdekaan Inggris jika kita memilih keluar."

Generasi mendatang

Sebelumnya, dari halaman kantornya di Downing Street, London, Perdana Menteri David Cameron mengingatkan agar rakyat Inggris memikirkan masa depan generasi mendatang. "Pikirkan tentang harapan dan mimpi anak cucu. Mereka tidak bisa mengubah keputusan yang kita ambil besok. Jika kita memilih keluar, kita tidak akan pernah bisa kembali," kata Cameron.

Cameron mengarahkan pesannya pada generasi tua yang pernah berjuang di Perang Dunia II melawan Nazi. Jajak pendapat menunjukkan, kelompok ini kebanyakan menolak proyek penyatuan Eropa.

Lebih dari 1.200 konglomerat Inggris, Rabu, bersama-sama memperingatkan warga Inggris bahwa jika Inggris keluar dari UE, kekuatan ekonomi kelima di dunia itu akan terpuruk sangat dalam.
"Jika Inggris keluar dari UE, itu akan bermakna ketidakpastian bagi perusahaan, lapangan kerja, dan perdagangan dengan Eropa berkurang," kata pemimpin 1.285 perusahaan yang mempekerjakan 1,75 juta orang itu. Termasuk di antara mereka yang menandatangani surat yang ditujukan pada harian The Times adalah pemimpin kelompok Virgin, Richard Branson, sampai pengusaha media Michael Bloomberg.

Sebelumnya, miliarder George Soros juga mengingatkan, jika terjadi Brexit, mata uang poundsterling akan mengalami devaluasi antara 15-20 persen. Nilai ini lebih buruk daripada "Black Wednesday" tahun 1992.

Bukan hanya para investor yang waswas menunggu hasil referendum, melainkan juga negara-negara Eropa lainnya. Mereka khawatir jika yang terjadi Brexit, akan terjadi efek domino di negara-negara Eropa lain untuk mengambil langkah serupa.

Terguncang

Para pengamat Indonesia juga memprediksi hal serupa. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B Sukamdani menuturkan, apabila Inggris jadi keluar dari UE, hal itu akan memunculkan guncangan karena Inggris merupakan salah satu negara berpengaruh di blok UE.

"Jerman, Inggris, dan Perancis punya pengaruh paling besar. Satu pemain besar keluar dari suatu kesatuan yang kuat seperti UE pasti menimbulkan guncangan terkait fundamental ekonomi UE," kata Hariyadi.

Dampak lain yang mungkin timbul adalah kerepotan distribusi dan penjualan. Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu pula permintaan pasar produk-produk dari Indonesia.

Hariyadi mencontohkan, barang yang diekspor dari Indonesia ke sebuah perusahaan di Inggris boleh jadi juga kemudian didistribusikan lagi oleh perusahaan tersebut ke negara-negara lain yang tergabung dalam pasar tunggal UE.

"Ketika Inggris keluar dari UE, tentu akan timbul kerepotan karena proses distribusi pun akan beda," ujarnya.

Senada dengan Hariyadi, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat berpendapat, apabila Inggris keluar dari UE, ada tugas tambahan bagi Indonesia untuk kemudian membicarakan perjanjian bilateral dengan Inggris.

"Indonesia, kan, mau bernegosiasi dengan UE. Nah, begitu Inggris keluar dari UE, kalau berhubungan dengan Inggris, ya, harus langsung dengan Inggris. Artinya, Indonesia harus dua kali kerja," kata Ade.

Menurut Ade, ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia ke dunia saat ini mencapai 12,2 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, 1,8 miliar dollar AS diekspor ke pasar UE. Dari jumlah tersebut, ekspor ke Inggris sekitar 600 juta dollar AS.

Meskipun pasar ekspor Indonesia ke UE hanya sekitar 14 persen dari total ekspor ke dunia, kawasan UE menyerap 38 persen produk TPT-terutama garmen-dunia.
Menurut Ade, pelaku industri tekstil lebih senang jika Inggris tetap bergabung dengan UE sebab tidak perlu bekerja dua kali untuk menegosiasikan perjanjian kerja sama.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, jika dilihat kontribusi ekonomi Inggris yang cukup besar ke UE, tentunya kondisi itu akan merugikan potensi akses pasar Indonesia.
Dampak yang timbul, kata Sigit, harus menjadi perhitungan dalam negosiasi nantinya.

(AFP/REUTERS/CAS/MYR)

Sumber: Kompas, 23 Juni 2016

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014-2016. Warta Lubeg - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger - E-mail: wartalubeg1@telkomsel.blackberry.com - PIN BB 25C29786