Kategori Pengusaha Kena Pajak Dilonggarkan, Pemilik Usaha Kecil Dimudahkan

Sabtu, 04 Januari 20140 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menaikkan batasan omzet minimum pengusaha kena pajak, dari awalnya di atas Rp 600 juta per tahun menjadi di atas Rp 4,8 miliar per tahun. Akan tetapi, pemerintah masih harus mereformasi sistem perpajakan secara radikal. 
  Ketentuan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197 Tahun 2013 yang ditetapkan per 20 Desember 2013 dan mulai berlaku per 1 Januari 2014.

”Artinya, pengusaha dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun dan memilih menjadi bukan pengusaha kena pajak, tidak diwajibkan dipungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai,” kata Kepala Seksi Hubungan Eksternal Direktorat Jenderal Pajak Budi Chandra di Jakarta, Jumat (3/1).
Di samping itu, kata Chandra, pengusaha dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar per tahun tidak diwajibkan untuk membuat faktur pajak dan tidak perlu lagi melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan demikian, biaya kepatuhan perpajakan (cost of compliance) akan menjadi lebih rendah.

Pasal 3A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, menyebutkan, pengusaha kecil tidak ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Kategori pengusaha kecil diatur oleh Menteri Keuangan. Acuannya adalah omzet per tahun.

Kenaikan standar omzet PKP menjadi di atas Rp 4,8 miliar, menurut Chandra, juga merupakan bentuk penyelarasan dari Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 atau biasa disebut pajak UKM yang telah berjalan sejak Juli 2013. Pajak UKM intinya menyebutkan bahwa pengusaha dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun hanya diwajibkan membayar PPh sebesar 1 persen dari omzet. Kombinasi kedua aturan itu berarti bahwa pengusaha yang tidak masuk dalam kategori PKP hanya diwajibkan membayar PPh 1 persen dari omzetnya.

Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi menyatakan, pengusaha kecil dan aparat pajak menjadi dimudahkan dengan kebijakan ini. Dengan demikian, diharapkan pendapatan pajak secara keseluruhan bisa naik.

”Pengusaha memang merasa agar pajak itu sebaiknya dipisahkan saja, mana yang bayar biasa dan mana yang bayar final untuk usaha yang kecil-kecil,” kata Sofjan.

Ekonom Sustainable Development Indonesia Dradjad Hari Wibowo berpendapat, ide dasar menaikkan standar omzet pengusaha kena pajak sebagaimana amanat undang-undang adalah memberi kemudahan agar orang mau bayar pajak.

”Sebagai langkah maju oke. Tetapi sejauh ini kita masih terus terjebak dalam diskusi tentang penerimaan pajak yang kurang dan menaikkan rasio pajak. Ini akan terus terjadi sejauh sistem perpajakan tidak direformasi secara radikal,” kata Dradjad.

Esensi reformasi pajak secara radikal adalah membuat sistem perpajakan yang membuat setiap warga negara berpenghasilan tidak punya alasan lagi untuk tidak masuk ke sistem pajak. (LAS) 

Sumber: Kompas 4 Januari 2014
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014-2016. Warta Lubeg - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger - E-mail: wartalubeg1@telkomsel.blackberry.com - PIN BB 25C29786