Nasibmu Rohingya

Rabu, 17 Juni 20150 komentar

Kelompok etnis yang paling jelek di dunia adalah Rohingya. Mereka tidak punya tanah asal dan secara politik tidak diakui kewarganegaraannya oleh negara di mana dia bertempat tinggal.

Ribuan dari mereka masih terkatung-katung di tengah laut. Sebagian mati  di tengah laut karena kelaparan dan hidup berdesakan di kapal. Beruntung bagi mereka yang bisa mendarat di Indonesia (Aceh), Malaysia, dan Thailand. Ketiga negara ini membantu mereka sebagai pengungsi yang sudah mendarat dan membicarakan keikutsertaan masyarakat internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR).

Bagaimana pemerintah Myanmar, negara di mana mereka berasal? Myanmar tak mau tahu dan menganggap Rohingya bukan persoalannya. Seperti yang dikatakan presidennya, "They are not my people." Lalu Rohingya punya siapa, jika  mereka tidak diakui oleh negaranya.

Bukan hanya itu, etnis Rohingya banyak disiksa dan dianiaya oleh kelompok lain yang kebetulan berbeda agama dengan Rohingya yang beragama Islam. Sangat disayangkan bahwa etnis yang beragama Buddha, bahkan biksunya ikut menyia-nyiakan kelompok Rohingya.

Myanmar adalah nama baru Burma yang diberikan rezim militer. Sewaktu Presiden Amerika Serikat Barack Obama berkunjung ke Myanmar, ia sempat ragu menggunakan kata Myanmar atau Burma. Kalau memakai nama Myanmar berarti mengakui rezim militer, sementara nama Burma yang diakui Inggris itu sudah lama  tidak digunakan rezim baru.

Myanmar terdiri dari kelompok etnis, seperti Chin, Kachin, Shan, Karen, Burma, dan lainnya di samping Burma itu sendiri yang menduduki 60 persen wilayah Myanmar. Agama banyak etnis itu berbeda-beda. Ada yang bahkan dominan beragama Kristen. Etnis Karen pernah mengangkat senjata melawan rezim dan banyak yang menjadi pelarian ke Thailand.

Terlepas dari kontroversi nama asal Rohingya, yang jelas saat di bawah kolonialis Inggris, mereka masuk dalam wilayah jajahan Inggris di India. Ketika Inggris memberi kemerdekaan kepada Burma (1948) dan India (1949), Inggris tak memperhatikan batas wilayah kelompok etnis. Rohingya adalah kelompok Bengali  yang kini menjadi Banglades dan Rohingya sudah lama berinteraksi dengan Myanmar di bawah kolonialisme Inggris.

Aung San, tokoh kemerdekaan Burma, Bapak Aung San Suu Kyi yang sekarang menjadi pejuang demokrasi dan mendapat Nobel Perdamaian, pada waktu Perang Dunia II bekerja sama dengan Jepang karena dijanjikan kemerdekaan setelah perang selesai. Aung San kemudian memihak Sekutu melawan Jepang ketika kemerdekaan yang dijanjikan Jepang tidak pernah terealisasi.

Burma mendapat kemerdekaan dari Inggris pada 1948 dan Aung San menjadi presiden pertama. Pada saat  yang sama Inggris menjanjikan kemerdekaan dan otonomi pada daerah-daerah minoritas di luar Burma. Namun, janji otonomi ini tidak pernah tercapai sampai presiden Aung San dibunuh setelah kemerdekaan. Aung San digantikan temannya, U Nu, yang memerintah sampai 1962 dan dikudeta Jenderal Ne Win.

Sejak itu Burma di bawah rezim militer dan Ne Win pernah melakukan operasi "Raja Naga" terhadap etnis Rohingya, menyebabkan 200.000 etnis Rohingya melarikan diri ke Banglades. Namun, Banglades tidak mampu menerima pelarian sebanyak itu, mengingat Banglades baru saja memisahkan diri dari Pakistan. Dalam kesepakatan yang dimediasi PBB, etnis Rohingya bisa kembali ke Burma.  Banglades menyetujui kesepakatan itu dengan menyatakan bahwa etnis Rohingya bukan berasal dari Banglades.

Sebagai warga Myanmar yang sudah bertahun-tahun tinggal di Myanmar, kehidupan mereka semakin jelek di bawah rezim militer pengganti Ne Win. Dalam kekerasan tahun 2012 dan 2014, dan puncaknya 2015, etnis Rohingya sangat menderita sehingga ribuan orang melarikan diri menjadi pengungsi orang perahu.

Myanmar mensyaratkan membuat kartu warga negara agar diterima sebagai warga Myanmar. Angkatan Laut Myanmar mencari perahu pelarian Rohingya, mau "diamankan", tetapi tak tahu mau ditaruh di mana. Rezim militer tetap mempertahankan slogannya yang terkenal: "one ethnicity, one language, one religion". Hanya etnis Myanmar yang  merupakan kerajaan lama yang dihidupkan kembali oleh rezim militer saat ini, beragama Buddha,  dan berbahasa Myanmar, yang bisa berkuasa di Myanmar. Bahasa lain, etnis lain, dan bukan agama Buddha, sukar diakui sebagai Myanmar.

Bagaimana sikap Aung San Suu Kyi sebagai pendekar demokrasi terhadap persoalan etnis Rohingya? Sampai kini belum terdengar suaranya. Mungkin bagi dia sulit bersikap mengingat pendukungnya asli Myanmar yang punya sikap negatif terhadap Rohingya. Obama sudah berkali-kali mendesak Myanmar supaya menghilangkan sikap diskriminatif terhadap Rohingya agar akar persoalan pelarian perahu Rohingya dan Banglades bisa diselesaikan. Bagaimana masa depan Rohingya, di mana tempatnya, wallahualam....

Ichlasul Amal
Fisipol UGM

Sumber: Kompas 17 Juni 2015
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014-2016. Warta Lubeg - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger - E-mail: wartalubeg1@telkomsel.blackberry.com - PIN BB 25C29786