Masa Depan AKP dan Erdogan Pasca Pemilu

Minggu, 14 Juni 20150 komentar

Masa depan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pasca pemilu parlemen hari Minggu (7/6) tak pelak lagi saat ini menjadi trending topic, baik di Turki maupun di tingkat regional. Meskipun AKP masih tampil sebagai pemenang pemilu, kemerosotan perolehan suara partai tersebut yang cukup signifikan membuat lawan-lawan politiknya melihat hasil pemilu itu sebagai kekalahan strategi AKP.

Seperti diketahui, AKP kehilangan 69 kursi, yakni hanya meraih 258 kursi dari 550 kursi parlemen. Padahal, pada pemilu parlemen 2011, AKP berhasil mendapatkan 327 kursi.

Hasil perolehan suara AKP tersebut terburuk sejak partai yang berideologi Islamis itu berkuasa di Turki pada tahun 2003.

Hasil pemilu tersebut membuat AKP kehilangan hegemoni politiknya yang dipegang selama 12 tahun terakhir ini di pentas politik Turki. Hal itu akan membuat ruang gerak manuver tokoh-tokoh AKP, khususnya Presiden Recep Tayyip Erdogan, tidak leluasa lagi.

Manuver politik Erdogan yang paling populer terakhir ini adalah ambisinya mengamandemen konstitusi untuk mengubah sistem pemerintahan dari parlementer ke presidensial.
Manuver politik Erdogan itu segera pula menjadi polemik selama berbulan-bulan dalam berbagai forum diskusi dan editorial media massa di Turki.

Partai-partai oposisi dan lawan-lawan politiknya menyebut Erdogan sebagai diktator dengan dikemas bungkus demokrasi. Erdogan juga disebutnya menghalalkan segala cara dengan menyalahgunakan kekuasaan besar yang digenggam AKP untuk mewujudkan ambisi pribadi memperluas kekuasaannya.

Sebaliknya, kubu pro Erdogan mengatakan, dalam dunia politik tidak ada yang mustahil, dan semuanya bisa berubah selama mendapat dukungan rakyat dengan cara demokratis.
Polemik tersebut berakhir dengan keluarnya hasil pemilu parlemen Minggu malam pekan lalu yang langsung mengubur ambisi Erdogan itu.

AKP dan kubu pro Erdogan pun langsung menyerah. Erdogan harus menerima jabatan presiden hanya sebagai jabatan kehormatan sesuai dengan konstitusi Turki yang menganut sistem parlementer.
Seperti dimaklumi, Erdogan selama ini sering melampaui batas konstitusi sebagai presiden dengan ikut campur urusan pemerintahan sehari-hari.

Isu politik utama segera berubah pula dari isu amandemen konstitusi ke pembentukan pemerintahan koalisi.

Perubahan isu politik di pentas politik nasional Turki itu disebabkan AKP untuk pertama kali sejak tahun 2003 harus berkoalisi dengan partai politik lain dalam membentuk pemerintahan mendatang.

Pemerintahan koalisi

AKP tampak terpaksa menerima kenyataan politik baru di Turki pasca pemilu itu. Presiden Turki
yang juga pendiri AKP, Recep Tayyip Erdogan, dalam pidato pertamanya pasca pemilu Kamis (11/6) lalu menyerukan, partai-partai politik segera membentuk pemerintahan koalisi.
Erdogan meminta partai-partai politik menyampingkan kepentingan pribadi dan golongan dengan mengutamakan kepentingan nasional.

Dampaknya akan luar biasa, baik di tingkat internal Turki maupun regional Timur Tengah.
Risiko bagi terbentuknya pemerintah koalisi nanti adalah kemungkinan akan ada perubahan kebijakan Pemerintah Turki mendatang, baik di dalam maupun luar negeri.

Kebijakan politik luar negeri Turki di bawah AKP terakhir ini yang paling banyak disorot adalah terkait Suriah, Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), dan jaringan Ikhwanul Muslimin (IM).
Anti Assad

Kebijakan politik luar negeri pemerintahan AKP selama ini dikenal sangat anti rezim Presiden Bashar al-Assad di Damaskus, sikap abu-abu terkait NIIS, dan pemimpin jaringan IM.

Karena itu, pemerintahan AKP dan Presiden Erdogan selama tiga tahun terakhir ini dengan senang hati menampung ratusan ribu pengungsi Suriah yang rata-rata anti rezim Assad dengan tanpa syarat.
Pemerintahan AKP memberi kebebasan pula terhadap tokoh-tokoh NIIS keluar masuk Turki. Kubu oposisi bahkan sering menuduh pemerintahan AKP membantu NIIS di Suriah.

AKP yang secara ideologi bagian dari jaringan IM terkenal pula pembela kuat IM di mana- mana, yakni di Mesir, Libya, Tunisia, Jordania, Suriah, dan Yaman.

Para pimpinan IM yang lari dari Mesir pasca penggulingan pemerintahan Presiden Muhammad Mursi pada 3 Juli 2013 kini banyak ditampung di kota Istanbul.

Dalam konteks dalam negeri Turki, pemerintahan AKP dikenal cukup fleksibel dan lunak terhadap etnis Kurdi.

Keberhasilan partai Rakyat Demokrasi (HDP) pimpinan Selahattin Demirtas yang memperoleh 79 kursi atau 13 persen suara hingga lolos masuk parlemen ditengarai tidak terlepas dari kebijakan moderat pemerintahan AKP terhadap etnis Kurdi. HDP berbasis pemilih etnis Kurdi.

Apa pun pilihan mitra koalisi AKP nanti sangat berisiko terhadap kemungkinan terjadi perubahan kebijakan politik dalam dan luar negeri.

Perdamaian dengan Kurdi

Jika AKP berhasil menggandeng HDP dalam koalisi kelak, dampaknya adalah proses perdamaian dengan etnis Kurdi akan didorong berkembang.

Dalam konteks politik luar negeri, AKP akan dipaksa semakin keras terhadap NIIS karena pertarungan sengit Kurdi- NIIS di Kobane dan Hasakah saat ini. Sebaliknya Pemerintahan koalisi AKP-HDP akan membantu habis-habisan pasukan Kurdi di Kobane dan Hasakah yang berpenduduk mayoritas Kurdi.

Apabila AKP menggandeng partai Gerakan Nasionalis (MHP) yang berhaluan nasionalis kanan, pemerintah koalisi AKP-MHP akan bersikap semakin keras terhadap etnis Kurdi dan masa depan proses perdamaian Turki-Kurdi menjadi tidak menentu.

Koalisi AKP-MHP tidak akan membantu pasukan Kurdi di Kobane dan Hasakah, dengan dalih kaum Kurdi di Suriah memiliki hubungan dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) pimpinan Abdullah Ocalan. PKK selama lebih dari satu dekade melancarkan perlawanan bersenjata terhadap Pemerintah Turki.

Jika AKP memilih bermitra dengan Partai Rakyat Republik (CHP), kemungkinan CHP akan menekan AKP supaya menurunkan tingkat dukungannya terhadap kelompok oposisi bersenjata Suriah dan bersikap lebih moderat atas rezim Presiden Bashar al-Assad.

CHP bisa membujuk AKP sebagai mitra koalisi untuk mencari solusi jalan tengah di Suriah. CHP berhaluan kiri sosialis dipimpin tokoh moderat Kemal Kiricdaroglu.

Skenario terburuk, AKP gagal menggandeng tiga partai politik yang berhasil masuk parlemen saat ini. Mereka adalah MHP (81 kursi parlemen), CHP (132 kursi), dan HDP (79 kursi). Jika skenario ini yang terjadi, tidak ada pilihan lain kecuali digelar pemilu dini.



Sumber: Kompas 14 Juni 2015
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014-2016. Warta Lubeg - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger - E-mail: wartalubeg1@telkomsel.blackberry.com - PIN BB 25C29786