Bank Dunia merilis data terbaru soal inklusi keuangan kemarin. Pada
periode 2011-2014, sebanyak 700 juta orang di berbagai belahan dunia
menjadi pemilik rekening baru di bank atau lembaga keuangan formal
lainnya. Dengan demikian, jumlah orang yang tidak memiliki rekening bank
turun 20 persen menjadi 2 miliar orang.
Di Indonesia, kepemilikan rekening dalam kelompok 40 persen
masyarakat termiskin menjadi 22 persen. Penetrasi kepemilikan rekening
di Indonesia, sekitar 36 persen pada masyarakat dewasa dan 37 persen
pada kelompok perempuan dewasa.
Data yang dirilis Bank Dunia itu
tertuang dalam hasil survei Global Findex 2014 yang dirintis Bill dan
Melinda Gates, bekerja sama dengan Gallup World Poll. Survei dilakukan
terhadap penduduk berusia di atas 15 tahun di 140 negara.
Survei
di Indonesia dilakukan pada 3 Mei-4 Juni 2014 melalui wawancara tatap
muka terhadap 1.000 orang. Hasil survei ini memiliki margin error 3,6 persen.
Pada
2011-2014, bahkan hingga kini, Indonesia gencar mendorong inklusi
keuangan. Indonesia ingin mewujudkan keuangan yang inklusif, yang bisa
diakses siapa pun. Artinya, masyarakat dalam berbagai kelas memiliki
kemudahan mengakses layanan keuangan formal, baik bank maupun nonbank.
Kemudahan
mengakses layanan keuangan formal ini pernah dicoba melalui produk
Tabunganku, yang diluncurkan pada 20 Februari 2010 oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Tabungan ini tanpa biaya administrasi, mengharuskan
setoran awal minimum Rp 20.000, setoran selanjutnya minimum Rp 10.000,
dan saldo minimum Rp 20.000.
Namun, gelora Tabunganku tidak
gegap gempita. Salah satu penyebabnya, program tabungan bagi masyarakat
yang belum memiliki rekening di bank ini tumpang tindih dengan program
simpanan bank.
Namun, upaya menghubungkan masyarakat dengan
layanan keuangan formal tidak boleh berhenti. Pasalnya, akses terhadap
layanan keuangan bisa membantu masyarakat keluar dari kemiskinan.
Bahkan, akses terhadap layanan keuangan bisa membantu masyarakat,
terutama kelompok masyarakat menengah-bawah, untuk meraih pertumbuhan
ekonomi inklusif. Pertumbuhan ekonomi harus dinikmati seluruh kelompok
masyarakat, tanpa kecuali.
Data Bank Dunia pada 2013
menyebutkan, Indonesia yang berpenduduk 249,87 juta memiliki rasio
simpanan terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 40,33 persen.
Adapun rasio simpanan terhadap PDB sebesar 36,25 persen. Angka ini jauh
di bawah Banglades-yang dikenal dengan kredit mikronya untuk masyarakat
berpenghasilan rendah melalui Grameen Bank-yang memiliki rasio simpanan
terhadap PDB sebesar 68,85 persen dan rasio pinjaman terhadap PDB
sebesar 49,81 persen.
Maka, akses masyarakat terhadap layanan
keuangan formal harus terus didorong. Indonesia sedang memulai upaya
itu melalui bank nirkantor dengan menggandeng agen bank. Agen ini
menjadi semacam "kepanjangan tangan" bank di wilayah terpencil, yang
selama ini jauh dari layanan keuangan bank. Akses bank nirkantor
tersebut menggunakan jaringan telekomunikasi. Upaya tersebut diharapkan
memberikan hasil yang baik meskipun jaringan telekomunikasi di beberapa
wilayah Indonesia masih terbatas. (DEWI INDRIASTUTI)
Sumber: Kompas 17 April 2015
Posting Komentar