Menanti Manuver PKS

Kamis, 16 Januari 20140 komentar

WAKTU lima tahun ternyata mampu mengubah sebuah partai sedemikian drastis. Selain Partai Demokrat, partai yang paling banyak berubah adalah Partai Keadilan Sejahtera. Dari sebuah ”partai harapan”, ia diprediksi akan kehilangan dua pertiga pemilihnya. 

Pemilihan Umum 2009 bisa dikatakan menjadi momen puncak bagi dua partai, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. Keduanya jadi simbol harapan baru di tengah kebuntuan partai-partai Islam dan nasionalis saat itu.

Meskipun tak sefenomenal Demokrat, PKS menjadi tumpuan sebagai partai yang solid di tengah keretakan partai-partai Islam. Ia menjadi satu-satunya partai berbasis Islam yang bertahan dari kemerosotan pada pemilu terakhir itu.

Dengan modal disiplin dan menampilkan citra sebagai partai bersih, selama dua kali pemilu, PKS mampu menarik simpati calon pemilih. Suaranya terus merangkak naik, dari 1,36 persen (pada masa bernama Partai Keadilan) pada Pemilu 1999, lalu melejit menjadi 7,34 persen pada Pemilu 2004, dan naik menjadi 7,88 persen pada Pemilu 2009.

Mengalami pasang bersamaan dengan Demokrat, kini, PKS juga mengalami masa surut bersamaan dengan Demokrat. Sekarang, PKS menjadi partai yang mungkin hanya akan dipilih oleh sepertiga dari jumlah pemilih sebelumnya.

PKS juga tercatat memiliki resistensi pemilih yang tinggi. Hasil survei Litbang Kompas, Desember lalu, menunjukkan, PKS ditolak oleh 6 persen pemilih, hampir tiga kali lipat daripada mereka yang akan memilihnya, yakni 2,3 persen. Kecenderungan ini nyaris tak berubah selama setahun terakhir. Dengan kondisi demikian, partai kader ini sangat riskan untuk tidak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang ditetapkan, yaitu 3,5 persen untuk Pemilu 2014.

Kemerosotan suara PKS sebenarnya sudah diperkirakan terjadi beberapa tahun belakangan, setelah partai ini cukup banyak disorot terkait dugaan beberapa kasus korupsi yang melibatkan kadernya, juga lantaran persoalan moral anggotanya.

Namun, yang paling telak memukul kredibilitas PKS adalah tertangkapnya Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq pada 30 Januari 2013 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Luthfi ditetapkan sebagai tersangka kasus impor daging sapi. Di tengah mahalnya harga daging sapi, kasus korupsi ini mendapat sorotan luas. Popularitas PKS pun makin susut. Ia ditinggalkan kalangan menengah dan atas yang dulu menjadi basis massa utamanya.

Perubahan karakter 
 
Kesetiaan bukan harga mati dalam politik, demikian juga yang terjadi pada PKS. Sekalipun warna keislaman demikian kental pada partai berlambang padi dan bulan sabit itu, sesungguhnya PKS didukung oleh massa yang cair, yang mudah berubah pilihan. Selama lima tahun terakhir, perubahan yang terjadi pada PKS telah menunjukkan bahkan partai kader pun dengan mudah ditinggalkan pemilih.

Hasil survei yang dilakukan Kompas sebelum Pemilu 2009 dan Desember 2013 menunjukkan terjadinya perubahan karakter pemilih PKS. Sebagai partai yang tumbuh dari kalangan intelektual Islam kampus, PKS memiliki ciri yang sangat menonjol dalam hal level pendidikan pemilihnya. Dari total suara yang akan diperoleh, 21,4 persen di antaranya diprediksi berasal dari lulusan perguruan tinggi. Komposisi jumlah dukungan dari kalangan kampus ini merupakan yang terbesar di antara semua partai yang ada. Namun, kini, jumlah pendukung dari kalangan kampus menurun drastis jadi 9,4 persen.

Sebaliknya, dulu hanya 35,7 persen pemilih partai ini yang berasal dari kalangan berpendidikan rendah (SLTP ke bawah), kini menjadi mayoritas (53,1 persen). Dengan perubahan karakter pendidikan seperti ini, sulit bagi PKS untuk memulihkan dukungan dalam waktu cepat.

Posisi PKS sebagai partai papan menengah, saat ini, makin rapuh karena hanya didukung oleh 26,7 persen simpatisan yang pada Pemilu 2009 memilihnya. Kondisi ini berbeda dengan menjelang Pemilu 2009 ketika soliditas basis massa masih sangat kuat. Dengan modal dukungan simpatisan pada Pemilu 2004 yang sebesar 76,7 persen, partai ini masih dapat bertahan sebagai partai papan menengah pada pemilu lalu.

Upaya PKS untuk memperluas basis massa dengan mendeklarasikan diri sebagai partai tengah dan terbuka pada tahun 2010 belum berpengaruh signifikan pada minat golongan non-Muslim untuk memilih partai yang dipimpin oleh Anis Matta ini. Dukungan dari pemeluk agama di luar Islam, saat ini, malah hampir habis.
Bahkan, jika dulu partai ini paling banyak menyedot dukungan dari warga Muhammadiyah, kini, dukungan kaum Islam moderat ini hampir hilang.

Pemira
 
Pemilihan raya (pemira) yang digelar PKS untuk menjaring calon presiden secara demokratis dari bawah juga seolah kehilangan momentum. Terpilihnya figur Hidayat Nur Wahid sebagai pemenang pemira juga belum terasa riaknya.

Diperlukan sebuah manuver politik yang luar biasa besar bagi PKS untuk menahan kemerosotan yang bisa berakibat pada teranulirnya partai dari Senayan.

Tiga bulan ke depan menjadi waktu yang menentukan untuk kembali memupuk kepercayaan. Apakah PKS mampu memberikan kejutan seperti yang kerap dilakukannya ataukah pupus dari ingatan massa, hal itu sangat ditentukan oleh konsolidasi dan manuver politiknya. (Bambang Setiawan/ Litbang ”Kompas”)

Sumber: Kompas 16 Januari 2014 
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014-2016. Warta Lubeg - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger - E-mail: wartalubeg1@telkomsel.blackberry.com - PIN BB 25C29786