Masa Depan Kota

Sabtu, 04 Januari 20140 komentar

Urbanisasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses di mana persentase penduduk yang tinggal di perkotaan meningkat dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perdesaan dari tahun sebelumnya. 

Berdasarkan sejarah pembangunan, semakin maju taraf ekonomi masyarakat, maka semakin banyak mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Kini di Indonesia jumlah penduduk perkotaan sekitar 50 persen, dan diperkirakan meningkat menjadi 75 persen pada 2045, saat Indonesia berusia 100 tahun. Pertumbuhan penduduk begini diikuti oleh semakin berkurangnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian.

Penulis masih ingat isu urbanisasi ini telah membuat Prof Emil Salim sewaktu menjabat Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup akhir tahun 1980-an membuat serangkaian pertemuan.
Membahas ketika itu bagaimana proyeksi dari pertumbuhan kota-kota utama, seperti DKI, serta kota-kota kedua (secondary cities), seperti Medan dan Surabaya. Kala itu Bogor, Yogyakarta, Palembang, Pakan Baru belum diperhitungkan. Apalagi kota-kota seperti Pontianak, Banjarmasin, Padang, Jambi dan Bengkulu dan berbagai diantaranya di Sulawesi.

Sekitar 25 tahun kemudian, kota-kota kedua seperti Medan dan Surabaya telah menjelma menjadi kota metropolitan. Sementara kota Jakarta telah tidak terbendung pertumbuhannya. Yang menyebabkan semakin merebaknya sprawl kota Jakarta menjadi kawasan perkotaan Jabodetabek. Palembang dan Pekanbaru juga tumbuh sangat cepat. Sekarang kota seperti Bengkulu, atau Kendari di Sulawesi Tenggara pun sudah pesat kemajuannya.

Kalau dulu menuju ke Bandara di kota-kota itu cukup hitungan menit, sekarang kalau tidak hati-hati bisa menempuh ke bandaranya bisa terbilang empatpuluh lima menit atau bahkan lebih.

Pertumbuhan Jakarta sangatlah cepat, selain pertumbuhan kota terjadi sebagai akibat berbagai macam bentuk migrasi.Kota Jakarta dan sekitarnya memainkan fungsi ganda, selain kotaperdagangan, kota pemerintahan, juga berfungsi menjadi kota Industri. Sekarang Jakarta menjadi salah satu kota yang paling tidak nyaman untuk hidup, inefisien, dan semakin menurun dari waktu ke waktu kualitasnya.

Implikasi untuk Sumbar

Secepat Jakarta-kah pertumbuhan kota-kota di Sumatra Barat? Jawabannya tidak. Tetapi ketika kita lihat pertumbuhan ekonomi yang begitu tinggi dalam sepuluh tahun terakhir, laju pertumbuhan kota sendiri sebenarnya disebabkan karena laju pertumbuhan selain dari migrasi ke kota, tetapi juga perkembangan alamiah penduduk perkotaan sendiri.

Padang, Bukittinggi, dan Solok misalnya telah tumbuh sedemikian rupa sehingga semakin lama terasa mulai diperhitungkan. Angka pertumbuhan jalan dalam kurun waktu terakhir boleh dikatakan tidak ada penambahan.

Yang ada hanyalah program pengaspalan jalan yang dilakukan menjelang mendekati hari lebaran, atau diakhir tahun. Laju pertumbuhan kendaraan bermotor, roda empat dan roda dua seperti deret ukur. Menyisakan masalah yang semakin serius, dan kelihatan dipagi atau sore hari. Macet mulai menjadi amsalah utama.

Padahal, tanpa terasa jumlah penduduk yang masuk ke kota-kota ini begitu pesat. Bayangkan kalau tidak cepat diantisipasi, maka pertumbuhan perumahan telah terjadi sangat pesat sekali pada daerah sekeliling phery-phery.

Peningkatan pembangunan perumahan di pinggiran kota telah membawa konsekwensi tersendiri terhadap keperluan sarana dan prasarana jalan.

Daerah pinggiran Bukittinggi tumbuh pesat melebihi dalam kota sendiri. Sementara status lokasi yang dibangun bukanlah merupakan batas kewewenangan daerah perkotaan.

Demikian juga untuk Padang, masih untung Padang cepat melakukan pelebaran, sehingga penanganan perluasan kota masih dapat diatasi dalam satu manajemen pemerintahan kota. Apalagi Solok dan Payakumbuh tumbuh dengan pesatnya sebagai akibat dari kemajuan ekonomi masyarakat.

Kalau sepuluh tahun terakhir, di kota-kota Sumatra Barat saja kita masih belum merasakan persoalan yang serius dalam hal transportasi, namun kalau dirasakan sekarang transportasi adalah bagian persoalan yang mesti disiapkan penanganannya oleh pemerintah daerah.

Pembangunan perumahan tumbuh dan berkembang tidak diikuti dengan perencanaan jalan-jalan untuk menuju lokasi perumahan.Termasuk juga perencanaan dari saluran air pemukiman, sambungan listrik dan telepon.

Jika keadaan ini dibiarkan saja, maka suatu saat akan muncul perumahan-perumahan dimana jalan menuju ke perumahan itu sempit, sementara penduduk dalam perumahannya melebihi dari kapasitas luas jalan yang tersedia.

Selayaknya pemerintah kota melakukan berbagai terobosan penting. Pertama adalah penetapan master plan pengembangan kota mesti direfisi dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi tahun terakhir.

Master plan kota mesti disusun secara bersama dengan daerah sekeliling tadi, jika tidak akan terjadi keterlambatan dari proses penataan kota.

Kondisi yang pertama ini dapat dilihat begitu perkembangan kota Bukittinggi sudah tidak terkendali lagi. Jika kita memasuki kota ini, praktis jalan yang tersedia sudah tidak memadai lagi. Padahal jalan lingkar sudah harus dibuat agar pertambahan luas ruas jalan dapat mengatasi kebutuhan pertumbuhan jumlah kendaraan.

Kini, Bukittinggi sudah mirip dengan kota tidak bertuan, lalu lintas macet, sampah berserakan, parkir tidak terurus dengan baik, dan pedagang kaki lima sembarangan dalam berdagang. Pemandangan ini terlihat saban hari, kecuali ketika presiden SB datang atau tamu-tamu penting datang. Semua ditertibkan.

Kedua daerah perkotaan, seperti Bukittinggi, Padang, Solok dan Payakumbuh sudah harus segera memikirkan dan menyusun jaringan transportasi dan pilihan noda transportasi untuk 100 tahun ke depan.

Bayangkan saja kota London sudah membuat jalur kereta bawah tanah sebanyak 5 tingkat semenjak 150 tahun yang lalu. Sehingga ketika bapak dan ibu berjalan di kota London maka tidak akan pernah merasakan kemacetan, karena dari stasiun King Cross bawah tanah bisa menempuh jalur kemana saja dengan sangat efisien.

Tentunya ini dapat dilihat juga dalam konteks pembangunan jaringan kota-kota yanga da di Sumatra Barat. Grand design pembangunan sarana transportasi mesti disusun untuk 100 tahun yang akan datang.

Ketika perlu pengaturan pusat-pusat perbelanjaan yang memungkinkan arus lalu lintas bisa terkontrol dan terdeistribusi secara terkontrol.Untuk itu pasar-pasar tradisional sebaiknya dilakukan pemutakhiran bentuk dan fasilitas.

Saya ingin menitipkan untuk mengemabngkan pasar satelit, sebaiknya sejak kini pemerintah kota melakukan penyusunan perda atas sektor retail ini. Misalnya membatasi ruang gerak sektor retail yang akan masuk ke kota-kota. Hanya dengan begitu kita dapat meningkatkan eksistensi sektor retail yang ada di kota.

Ketiga, ikon kota mesti ditingkatkan keberadaannya. Ini dapat membuat kota menjadi sebuah miniatur kebudayaan dalam jangka panjang.

Kalau kita ke Paris, maka menara miring Eiffel yang menjadi ikonnya. Jika Anda ke Itali, menara Pissa, dan begitu seterusnya. Jadi daerah-darah yang dapat meningkatkan icon, sebaiknya dijadikan sebagai sebuah taman boulevards, bukan untuk parkiran kuda bendi yang kotorannya akan terbuang ke mana-mana, juga bukan sebagai tempat pedagang asongan yang tidak indah, apalagi untuk mereka yang mengatur perparkiran.

Para pengunjung luar masuk ke daerah ini akan merasa benar-benar nyaman dan merasakan sebuah keindahan kota. Ini Pekerjaan rumah yang perlu kita pastikan untuk dikakok. Selamat mencoba dan memulai, apalagi di tahun baru. Semangat! (*)

Elfindri
Profesor Ekonomi SDM

Sumber: Singgalang 4 Januari 2014
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014-2016. Warta Lubeg - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger - E-mail: wartalubeg1@telkomsel.blackberry.com - PIN BB 25C29786