Amerika, Iran, Israel, dan Saudi (I)

Selasa, 10 Desember 20130 komentar

Oleh Ahmad Syafii Maarif


Ada ungkapan yang populer di kalangan kaum pembaru Muslim sejak abad ke- 19. \"La\'natu Allaihi `al? al-siyasati\"

(Lak nat Allah atas politik kekuasaan). Saya belum ber jumpa sumbernya, siapa pencipta pertama kali ung kapan ini, tetapi tidak akan jauh dari Jamal al-Din al-Afghani (1838-1897), Muhammad `Ab duh (1849-1905), dan tokoh- tokoh lain di sekitar nya.

Abad ke-19 adalah puncak kejatuhan ne - geri-negeri Muslim ke tangan Eropa yang di - mulai se jak abad ke-16. Hanya empat yang masih tersisa: Turki, Iran, Afghanistan, dan Arab Saudi. Namun, Turki da - lam keadaan sakit, Iran berada di bawah pengaruh Inggris dan Rusia, Afghanistan negeri mis - kin dan terbelakang, dan Saudi masih di ba wah Turki Usmani.

Para pembaru itu menga- mati dengan getir sua sana po - litik di dunia Islam di tangan pa - ra pe ngua sa yang tunamarta- bat, le mah, dan tunavisi. Al- Afghani ada lah tokoh yang pa - ling tajam sorot an matanya dalam membaca si tuasi umat yang sedang sekarat itu.

Oleh sebab itu, baginya, sa - tu-satunya jalan yang terbaik adalah membe baskan dunia Islam dari cengkeraman kuku penja jah Eropa yang lagi naik daun itu. Cita-cita mulia itu baru menjadi kenyata an selu ruh nya pas ca-Perang Dunia (PD) II di saat al-Afgh?n? dan `Abduh telah lama berkalang ta nah. Indo ne sia ter- masuk bangsa Muslim yang merdeka be - berapa hari setelah PD II.

Dalam perspektif penjajahan, Amerika Se - rikat adalah pendatang baru dalam petualan- gan imperialisme Barat. Negara ini hanyalah mendapatkan Filipina yang direbut dari Spa - nyol pada 1898. Sementara Spanyol, Portugis, Inggris, Pran cis, Italia, dan Belanda telah mendahuluinya se kitar tiga abad sebelum- nya.
Dalam konteks ini, Amerika adalah negara imperialis kesiangan. Itulah sebabnya ia ingin ba las dendam yang sampai hari ini dengan se gala cara dan tipu, seluruh dunia ini, terma - suk du nia Islam, mau dikangkanginya. Na - mun, dunia ti dak se bodoh itu. Amerika nyaris kehilangan sahabat di muka bumi.

Rezim Barack H Obama dengan segala ke le mahannya menghadapi Israel, diban - dingkan re zim George Bush ada sedikit kema- juan. Ter akhir ini adalah pendekatan masalah nuklir de ngan Iran di bawah Presiden Hassan Rouhani (men du duki jabatan mulai 3 Agustus 2013) yang moderat, sangat kontras dengan pendahulunya si burung elang Mahmud Ahmadinejad (berkua sa 3 Agustus 2005-3 Agus tus 2013).
Kekayaan minyak Saudi, Iran, dan Irak te - lah la ma menjadi incaran Amerika. Iran di ba - wah re zim Shahinshah Reza Pahlevi adalah sahabat Ame rika yang terdekat, sampai Ayatullah Kha me nei mengusirnya pada 1979.

Amerika dan Israel kalang kabut. Selama 34 tahun hubungan Amerika-Iran membeku dan bermusuhan.
Di mata Khamenei, Amerika adalah setan be sar. Iran dikenakan sanksi ekonomi yang cu kup berat dirasakan oleh rak yatnya. Meng ikuti je jak Presiden Muham mad Khatami, Pre si den Rouhani ingin me - lepaskan Iran dari iso lasi Ba - rat dengan kesediaan me run - ding kan proyek nuklir nya yang me ri sau kan Ame rika dan Is - rael.

Ada ketidakadilan dalam masa lah nuklir ini. Israel di - biar kan punya nuklir, Iran dila- rang. Se kira nya Reza Pahlevi masih berkuasa, boleh jadi Iran tidak akan dihalangi mengem - bang kan pro yek nuklirnya. Se - bab, Israel tidak merasa teran - cam kare na Amerika sama-sa - ma te lah jadi ba pak angkatnya.

Selama bertahun-tahun, Pahlevi adalah ka cung Amerika di kawasan itu, seperti hal - nya Saudi sekarang ini. Bagi Amerika, tidak pe duli, se lama kepentingan nasionalnya ter- jamin, dia akan \"ber sahabat\" dengan negara manapun, yang antide mo krasi, korup, dan pe - nindas rakyat. Iran tentu nya akan cukup hati- hati berhadapan dengan Ame rika, sekalipun pada 24 November 2013 su dah ditandatangani persetujuan sementara ten tang program nuk- lirnya yang menggelisahkan Ba rat dan me - nakuti Israel itu.

Persetujuan sementara ini dilakukan di Je newa antara Iran dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB: Amerika, Rusia, Ing - gris, Pran cis, dan Cina plus Jerman. Negara yang paling sa kit kepala akibat dari persetu- juan ini adalah Israel. Benjamin Netanyahu dengan marah me nga takan bahwa persetu- juan itu adalah \"sebuah kesalahan sejarah\".

Tidak saja Israel, Saudi pun risau karena kha watir posisi Iran akan semakin menguat di ka was an itu. Sebagaimana kita sudah maklum, Iran dan Saudi sudah lama berebut hegemoni un tuk menjadi yang dipertuan di wilayah panas yang sarat konflik itu. Saudi jelas tidak senang jika Iran berdamai dengan Amerika.

Sumber: Republika 10 Desember 2013
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014-2016. Warta Lubeg - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger - E-mail: wartalubeg1@telkomsel.blackberry.com - PIN BB 25C29786