YANGON, SENIN — Situasi
yang makin mengkhawatirkan di wilayah Rakhine, Myanmar, akhirnya
mendorong warga Muslim Rohingya melarikan diri atau meninggalkan
Rakhine. Diperkirakan, sekitar 10.000 orang dengan menumpang perahu
keluar wilayah tersebut dalam dua pekan ini.
Jumlah perahu yang meninggalkan Rakhine utara melonjak drastis dalam
dua minggu terakhir. Di Rakhine, ratusan ribu warga komunitas Rohingya
terisolasi. Menurut Arakan Project—kelompok pembela hak asasi warga
Rohingya—dalam satu hari ada sekitar 900 warga yang meninggalkan Rakhine
dan melakukan perjalanan keluar Rakhine melalui jalan laut.
”Jumlah mereka yang melarikan diri dari Rakhine ini tak pernah terjadi
sebelumnya, sangat masif,” kata Direktur Arakan Project Chris Lewa,
Senin (27/10).
Lonjakan jumlah warga yang meninggalkan Rakhine terlihat pada akhir
musim hujan ini. Lonjakan diperkirakan karena otoritas Myanmar makin
represif ditambah kekhawatiran bahwa pihak berwenang sedang merencanakan
untuk tidak memberikan kewarganegaraan kepada warga minoritas tersebut.
Menurut Chris Lewa, banyak warga Rohingya memutuskan bahwa tak ada guna
lagi tetap bertahan hidup di Rakhine. Lewa mengatakan, sekitar 100.000
orang telah pergi meninggalkan Myanmar barat melalui jalur laut sejak
Juni 2002 ketika terjadi konflik antara warga penganut Buddha dan
komunitas Muslim Rohingya. Konflik ini menyebabkan jatuhnya korban tewas
sebanyak 200 orang dan 140.000 orang terpaksa hidup di pengungsian.
Umumnya mereka adalah warga Rohingya.
Menuju Thailand
Perahu-perahu yang digunakan oleh para warga Rohingya tersebut umumnya
tak laik untuk dipakai. Perahu tersebut berlayar menuju Thailand dan
jaringan penyelundupan manusia pun makin terorganisasi.
Myanmar memandang warga Rohingya sebagai imigran yang berasal dari
tetangga mereka, yakni Banglades, dan menolak memberikan kewarganegaraan
kepada mereka. Ini membuat warga Rohingya sangat terbatasi dan tak bisa
melakukan perjalanan, sulit mencari penghasilan, dan bahkan
melaksanakan pernikahan.
Lewa mengatakan, warga lokal telah melaporkan mengenai penahanan yang
sewenang-wenang dan menyebarkan ketakutan terkait kewarganegaraan itu.
Setelah rancangan rencana aksi bocor, disarankan agar warga Rohingya
menolak untuk diidentifikasi sebagai ”Bengali” agar tak dipaksa masuk ke
kamp.
Namun, Pemerintah Rakhine menolak tudingan soal rencana aksi tersebut.
”Mereka telah menyebarkan informasi yang salah kepada kelompok mereka,”
kata juru bicara Pemerintah Rakhine, Win Myaing. (AFP/LOK)
Sumber: Kompas 28 Oktober 2014
Posting Komentar