ELFINDRI
Profesor Ekonomi SDM Unand dan Ketua Koalisi Kependudukan Sumatra Barat
Jika pembaca melihat film pendek di BBC Knowledge, salah satu
tayangannya kira- kira bertemakan tentang berapa dunia sanggup menam pung penduduk? Salah satu isinya disampaikan bahwa setiap satu detik
lahir di dunia dua orang bayi, sebanyak 200 ribu penduduk bertambah per
hari, dan 70 juta orang per tahun.
Dengan demikian, pada tahun ter - akhir, diperkirakan planet Bumi ini dihuni oleh 6,8 miliar penduduk. Bahkan hingga tahun 2050, masih
diperkirakan akan terjadi penambahan sebanyak 2,3 miliar penduduk.
Pertambahan penduduk terjadi pada negara/daerah atau war ga miskin.
Berita itu memperlihatkan bahwa krisis pada masa yang akan datang
adalah energi, makanan, dan air minum sudah dirasakan sebagai akibat
dari jumlah penduduk yang berlebihan.
Diberitakan juga bahwa jumlah air minum yang tersedia sebanyak 2,5 per -
sen, bahkan air yang layak diminum sekarang diperkirakan tersisa
sekitar satu persen dari jumlah komposisi air yang ada. Mutu lingkungan
semakin buruk dan bahkan banjir di berbagai daerah, baik perdesaan dan
perkotaan, adalah sebagai akibat dari berkurangnya daya resap lahan
akibat batang kayu sudah ditebang dan lahan yang seharusnya menjadi
resapan sudah penuh dengan gedung-gedung serta perumahan.
Karena itu, diyakini pada masa de - pan, peperangan bukan karena minyak
dan energi lagi, melainkan justru akan disebabkan memperebutkan air yang
semakin langka.
Berapa anak cukup?
Bahaya ledakan penduduk sudah sangat jelas. Jika pada 1980, Cina sudah
mendeklarasikan \"one child family plan - ning\" (satu anak cukup),
Indonesia saat se karang mencanangkan dua anak cu - kup.
Pada 1990 sewaktu implementasi one child family planningdi Cina, banyak
yang menentang ideologi kebijakan ke - pendudukan. Di antaranya adalah
ba - nyak nya hak asasi manusia yang ter - lang gar, termasuk kehilangan
bayi yang lahir akibat dari penerapan kebijakan itu. Bagaimanapun
kritikan berjalan, Cina terus menerapkan kebijakan di ma - na akhirnya
pada saat sekarang kebijak - an tersebut membuat penduduk Cina bisa
terkendali. Cina diperkirakan men - jadi negara terbesar nilai tambah
produk barang dan jasanya, serta negara yang cepat masuk ke negara
berpendapatan tinggi.
Setelah melihat data kependudukan dalam 10 tahun terakhir, karena
ketidak - pastian sikap Indonesia, dirasa hasil Sen sus Penduduk 2010
mencengangkan semua pihak. Angka kelahiran Indonesia (total fertility
rate) sekitar 2,6 persen yang sama kondisinya dibandingkan dengan 10
tahun lalu. Angka ketidakter - layanan PUS yang ingin ber-KB, unmeet
need, meningkat dari 11 persen pada 2002, menjadi 13 persen pada 2012.
Oleh karenanya, tidak salah kita menyatakan sebaiknya dua anak cukup
merupakan se buah keputusan yang tidak dapat di - tawar.
Mengapa? Mengingat semakin berku - rang nya carrying capacitydunia.
Rasio penduduk dan lahan menunjukkan se - ma kin menurun. Jumlah lahan
produktif berkurang secara signifikan. Sekiranya cuaca dan pemanasan
global berkelan - jutan, kita dapat menyaksikan banyak - nya dampak dari
persoalan lingkungan dan mutu Bumi juga semakin menurun.
Namun, yang lebih dari itu ada dua hal. Pertama, biaya per anak menunjuk
- kan semakin meningkat. Dulu, sekiranya seorang ibu memiliki empat
atau enam anak, semua bisa masuk ke sekolah kare - na untuk mendapatkan
jenjang pendi - dik an sangat murah, kurang perlu biaya transportasi,
karena bisa berjalan kaki ke sekolah, dan buku tersedia. Sekarang jika
kita ingin mengirim anak ke jenjang pendidikan yang lebih baik dan bermu
- tu, biayanya mahal.
Sekiranya anak ingin masuk ke da lam jenjang pendidikan hingga SLTA,
jelas kemampuan pemerintah tidak akan mudah secepat itu meningkatkan
penye - diaan biaya pendidikan. Sekiranya jum - lah anak banyak, jelas,
banyak komplain orang tua terhadap pendidikan. Keper - luan akan
nonfoodmeningkat tajam, khu - susnya untuk keperluan energi, pe ru -
mahan, transportasi, dan cicilan utang.
Dengan demikian, dapat dipastikan memiliki anak yang relatif sedikit dan
bermutu jauh lebih diharapkan diban - dingkan jumlah anak yang lahir
tanpa te rencana.
Bahaya di balik Jampersal
Jampersal memungkinkan masyarakat miskin
tidak membayar waktu melahirkan sampai anak ketiga. Dengan be gitu,
dalam praktiknya justru kebijakan ini baik dari sisi memberikan akses
dan kepastian layanan kehamilan serta melahirkan. Sebaliknya, menjadi
kontra produktif untuk kebijakan yang berkaitan dengan pengurangan
angka kelahiran.
Jika 15 persen saja biaya Jampersal diarahkan kepada masyarakat miskin,
sisanya berpotensi mengikuti mekanisme pasar. Dalam arti ketika kelompok
masyarakat tidak miskin ingin menggunakan kontrasepsi, mereka
akan memperolehnya dengan mekanisme pasar.
Bayangkan saja biaya implan dan pemasangannya bisa mencapai sekitar
Rp 500 ribu. Sementara, biaya beli dan pemasangan IUD bisa mendekati Rp 2
juta per pemasangan. Jumlah yang memungkinkan kelompok yang masih
ragu ikut keluarga berencana untuk menunda penggunaan kontrasepsi dan
hal ini akan dapat memicu kembali kenaikan angka kelahiran.
Oleh karenanya, sebaiknya pemerintah segera menyusun skimkebijakan di
mana kontrasepsi sebaiknya mendapatkan subsidi penuh untuk PUS.
Subsidi kon trasepsi jauh lebih penting ketim - bang subsidi BBM karena
berimplikasi pada jangka panjang.
Penyediaan kontrasepsi sangat diperlukan sampai menjangkau kelompok
PUS yang selama ini menjadi sulit dijangkau. Di antaranya adalah
wanita yang secara geografis tinggal pada daerah yang sulit
dijangkau. Misalnya, tinggal di daerah terpencil, daerah perkebunan, masyarakat pesisir, masyarakat pulau-pulau, dan sebagainya.
Pada kelompok masyarakat ini, program secara massal sebaiknya menjadi
program prioritas yang dilakukan oleh pemerintah daerah. KB inklusif
yang lahir dan dikembangkan di Sumatra Barat sebaiknya menjadi ikon
dalam menanggapi lahirnya anak yang begitu banyak dan tidak
terkendali. Semoga saja.
Sumber: Republika 24 Januari 2014
Posting Komentar