Penghilangan Paksa di Mesir

Jumat, 15 Juli 20160 komentar

Puluhan Ribu Aktivis Dipenjarakan sejak Abdel Fattah el-Sisi Berkuasa

LONDON, RABU — Mesir dalam sorotan tajam masyarakat internasional setelah kelompok hak asasi manusia mengeluarkan laporan terbaru, Rabu (13/7), tentang kasus penghilangan paksa di negeri itu. Ratusan aktivis dan mahasiswa dihilangkan secara paksa sejak awal 2015, dan para pembela HAM yakin, sebagian besar dari mereka sudah tewas.

Dalam laporannya, Amnesty International mengatakan, polisi dan aparat keamanan Mesir telah menerapkan "aksi yang belum pernah terjadi sebelumnya" untuk menghilangkan secara paksa orang-orang yang dianggap menjadi ancaman pemerintah. Tindakan brutal ini dilakukan sejak awal 2015.

"Penghilangan paksa telah menjadi instrumen kunci kebijakan negara di Mesir. Siapa pun yang berani bicara berada dalam bahaya," ujar Direktur Amnesty Timur Tengah dan Afrika Utara Philip Luther, di London.

Menurut organisasi pemantau HAM yang berkedudukan di London itu, perundungan terhadap warga sipil Mesir marak sejak militer mengambil alih kekuasaan pasca penggulingan Presiden Muhammad Mursi pada 2013. Militer kemudian menangkapi dan memenjarakan para pembangkang, terutama kelompok Ikhwanul Muslimin (IM).

Amesty juga melaporkan, polisi menangkapi ratusan aktivis, pengunjuk rasa dan mahasiswa, serta menahan mereka selama berbulan-bulan. Sering para tahanan ditutup matanya dan diborgol selama penahanan.

Catatan kelompok HAM menunjukkan, lebih dari 1.000 terbunuh, sementara 40.000 lainnya dipenjarakan sejak Presiden Abdel Fattah el-Sisi berkuasa dengan menggulingkan Mursi, presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokratis pada 2013.

Laporan Amnesty ini langsung dibantah pemerintahan Sisi, jenderal yang menggulingkan Mursi. Melalui Menteri Dalam Negeri Magdy Abdul Ghaffar, Kairo mengatakan, petugas keamanan menjalankan tugasnya sesuai undang-undang Mesir.
Akan diselidiki 

Ghaffar juga membantah otoritas keamanan telah melakukan penyiksaan dan perundungan terhadap tahanan. Sebelum memberikan pernyataan terkait tuduhan Amnesty, beberapa waktu lalu, Ghaffar berjanji untuk menyelidiki tuduhan terhadap otoritas keamanan yang telah menyiksa para tahanan.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Mesir membantah keras laporan Amnesty. Lewat akun Facebook-nya, Rabu, kementerian mengatakan laporan tersebut "bias" dan "dipicu oleh agenda politik".

Kementerian juga mengatakan, laporan Amnesty telah mengabaikan proses pengadilan karena laporan hanya berdasarkan sumber-sumber sepihak dan opini dari para pembangkang yang telah melawan pemerintahan Mesir.

Lebih lanjut dalam laporannya, Amnesty mengatakan, rata-rata tiga sampai empat orang yang dianggap pembangkang ditahan, biasanya diawali dengan serbuan anggota Badan Keamanan Nasional (NSA) yang bersenjata lengkap ke rumah tersangka.

Laman BBC melaporkan, ratusan pembangkang telah ditahan di kantor NSA, di dalam kompleks kantor Kementerian Dalam Negeri di Lapangan Lazoughhy, di pusat Kairo.

Salah satu kasus, menurut laporan Amnesty, adalah ditangkapnya seorang remaja berusia 14 tahun, Mazen Mohamad Abdallah, oleh agen NSA pada 30 September 2015. Mazen dituduh bergabung dengan IM dan ikut dalam demo menentang pemerintah.

Luther menegaskan, telah terjadi kolusi antara otoritas keamanan dan otoritas pengadilan untuk menutupi dan menyembunyikan kasus-kasus penghilangan paksa dan penyiksaan tahanan. "Ini adalah pelanggaran yang sangat serius terhadap hak asasi manusia," kata Luther.

Wael Abbas, seorang blogger, kepada laman Al Jazeera mengatakan, kelompok-kelok HAM di Mesir juga menjadi target otoritas keamanan. "Mereka telah membekukan aset kelompok-kelompok HAM yang bekerja di Mesir. Mereka juga dicegah untuk bisa bepergian dan akun bank mereka juga dibekukan," ujar Abbas. (Reuters/AP/joy)


Sumber: Kompas, 14 Juli 2016


Ket. Foto
AFP/VINCENZO PINTO Aktivis Amnesty International berunjuk rasa di Alun-alun Pantheon, Roma, Italia, Rabu (13/7), untuk mengenang kematian mahasiswa Italia, Giulio Regeni, dan ratusan korban lain akibat kekejaman otoritas Mesir. Regeni (28), kandidat doktor Cambridge University, ditemukan tewas pada 4 Februari 2016 di Kairo. Media dan diplomat Italia mengatakan, Regeni disiksa dan dibunuh otoritas keamanan Mesir. Namun, tuduhan itu dibantah pemerintah Kairo. 
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014-2016. Warta Lubeg - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger - E-mail: wartalubeg1@telkomsel.blackberry.com - PIN BB 25C29786