Jakarta, Obsessionnews – Banyaknya para 
pengungsi Rohingya, Myanmar yang kini masih terdampar di Aceh telah 
membuat pemerintah setempat disibukkan dengan pemberian pelayanan kepada
 para pengungsi. Sebab, kondisi mereka dalam keadaan tidak sehat setelah
 terombang-ambing di laut.
Lalu siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab atas persoalan 
pengungsi dari negara luar yang berada di Indonesia? Anggota Komisi III 
DPR RI, Nasir Djamil mengatakan, pihak yang bertanggung jawab dalam 
persoalan ini adalah United Nations High Commissioner for Refugees 
(UNHCR).
UNHCR adalah badan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang yang bertujuan
 untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada pengungsi berdasarkan 
permintaan sebuah pemerintah atau PBB. Kemudian bertanggung jawab 
mendampingi para pengungsi dalam proses pemindahan tempat.
Menurut Nasir, badan ini lah yang mestinya bertanggung jawab untuk 
mengurusi persoalan pengungsi di seluruh dunia. Pasalnya, Indonesia 
belum meratifikasi Konvensi Internasional Wina tahun1951 dan Protokol 
tahun 1967 tentang status pengungsi.
“Karena kita belum meratifikasi itu maka kita tidak bisa melayani 
pengungsi. kalau kita meratifikasi itu baru kita punya kewenangan dan 
melayani mereka serta memberikan fasilitas dan sebagainya. karena kita 
belum meratifikasi yang bertanggung jawab disini adalah UNHCR,” ujar 
Nasir kepada Obsessionnews Rabu (20/5/2015).
Nantinya kata Nasir, UNHCR yang akan memberikan status kepada orang 
yang terdampar di perairan Indonesia, apakah mereka ini pengungsi atau 
mereka mencari suaka atau korban perdagangan manusia. Jika nanti UNHCR 
memberikan status sebagai pengungsi maka lanjut Nasir, UNHCR lah yang 
memberikan fasilitas dan hak-hak mereka.
“Kalau persoalan tempat nanti bisa dikomunikasikan bersama pemerintah,” terangnya.
Posisinya saat ini para pengungsi dari Rohingya memang belum jelas 
status sebagai apa? Kalau pun mereka ingin mengungsi di Indonesia juga 
dibatasi dengan waktu sampai kapan mereka akan mengungsi. Untuk itu kata
 Nasir, badan PBB itu harus segera mendalami siapa mereka. Terlebih 
mereka menolak untuk dipulangkan ke negara asalnya.
”Sebenarnya ini tugas PBB yang punya tanggung jawab untuk membujuk, 
menekan pemerintahan/penguasa di Burma, Myanmar untuk memperlakukan 
mereka dengan baik, tidak menolak mereka dan memperlakukan mereka 
selayaknya manusia,” jelasnya.
Nasir kemudian mendesak pemerintah, untuk segera mengambil langkah 
politik untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Tentunya dengan 
melakukan komunikasi dengan PBB bersama masyarakat ASEAN. Menurut Nasir 
posisi daya tawar Indonesia masih lemah dalam menangani persoalan 
pengungsi.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini mengatakan, Indonesia belum 
mampu bergerak secara leluasa untuk menangani persoalan pengungsi. 
Kondisi ini sering kali mengakibatkan Indonesia mudah dintervensi oleh 
pihak luar sehingga penanganan pengungsi tidak efektif, serta tidak ada 
kepastian hukum bagi pengungsi.
“Jadi Pemerintah perlu untuk melakukan semacam kajian yang mendalam, 
apa manfaatnya apabila kita meratifikasi Konvensi Internasional Wina 
tahun 1951?,” Pintanya.
Sebagai anggota dewan dari Dapil Aceh, Nasir sudah menyempatkan diri 
mengunjungi tempat pengungsian pada saat reses. Berdasarkan 
pengamatannya, kondisi mereka memang banyak yang tidak sehat. Sementara 
pemerintah masih terkendala dengan sarana dan prasarana untuk melakukan 
pendataan dan tempat tinggal. (Albar)
Sumber: obsessionnews.com 21 Mei 2015 
 


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Posting Komentar