KETIMPANGAN pembangunan ekonomi terasa sejak era Orde Baru. Pertumbuhan ekonomi tidak merata. Kondisi seperti itu terus berlangsung hingga kini meski reformasi sudah berjalan lebih dari 15 tahun.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, kue ekonomi mayoritas dinikmati penduduk di Pulau Jawa sebesar 58,2 persen dan Sumatera 23,75 persen.

Perilaku tidak adil penguasa Orde Baru di beberapa sendi kehidupan pada masa itu membangkitkan semangat perlawanan dalam mewujudkan kehidupan yang berkeadilan.

Kehidupan politik Orde Baru yang didominasi tiga partai politik yang dianggap mewakili semua kepentingan rakyat Indonesia, yaitu Golkar, PDI, dan PPP, semakin menunjukkan jurang ketidakadilan. Apalagi ketika ketiga parpol tersebut belum mampu membangun kesederajatan kehidupan.

Parpol yang tumbuh era reformasi menyadari betul sumbatan-sumbatan politik, ekonomi, pendidikan, serta sosial dan budaya pada masa itu, yang muaranya pada satu kata: ketidakadilan.

Tentu saja itu membawa semangat perubahan bagi parpol. Namun, pada tataran ini, platform politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan juga budaya mereka diuji di hadapan publik.

Tantangannya memang seberapa mampu parpol yang mengusung platform keadilan atau kesederajatan ekonomi mengimplementasikan semangat perjuangan mereka dalam praktik pemerintahan yang nyata.

Publik tentu berharap banyak, semangat membangun kesederajatan di segala sektor itu tidak hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang, tetapi juga sekelompok masyarakat.

Namun, bagaimana kesederajatan itu juga bisa dinikmati oleh semua masyarakat Indonesia tanpa memandang suku, agama, ras, dan antargolongan.

Langkah paling mudah untuk melihat komitmen parpol dalam mewujudkan keadilan/kesederajatan di segala sektor adalah menapaki jejak mereka dalam pemerintahan.

Di Kementerian Pertanian (Kementan), misalnya, sejumlah program terobosan dilakukan. Hal itu misalnya melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).

Program ini dirancang sebagai salah satu solusi permodalan bagi petani yang selama ini selalu menjadi masalah, selain tentunya membangun jiwa kewiraswastaan dan merintis jalan membangun agrobisnis.

Kementan juga melahirkan model subsidi pupuk sistem tertutup berbasis Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani. Selain dalam rangka efisiensi anggaran subsidi pupuk, penyaluran pupuk sistem tertutup diharapkan lebih tepat sasaran.

Pilihan kebijakan di Kementan dalam beberapa hal telah mencerminkan gagasan tentang keadilan atau kesederajatan ekonomi, mulai dari masalah permodalan, ketepatan penerimaan subsidi, hingga usaha agrobisnis.
Tantangan ada pada implementasinya yang sungguh-sungguh bisa berkeadilan bagi semua.

(HERMAS E PRABOWO)

Sumber: Kompas 12 Februari 2014