Laju Pemerataan Dipercepat

Rabu, 24 Mei 20170 komentar

RPJMN Targetkan Rasio Gini Mencapai 0,36 pada 2019

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berkomitmen mempercepat laju pemerataan ekonomi. Penurunan ketimpangan ekonomi yang mulai terlihat pada 2015 diharapkan bukan gejala sementara sehingga diupayakan terus berlanjut pada tahun-tahun mendatang.

“Pemerintah akan mempercepat laju penurunan ketimpangan. Hal ini antara lain dilakukan dengan cara menjalankan program- program yang fokus pada 40 persen penduduk termiskin,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (23/5).

Penurunan ketimpangan yang terjadi pada 2016, menurut Bambang, lebih banyak karena faktor perbaikan kelompok 40 persen penduduk kelas menengah. Jika 40 persen penduduk dengan perekonomian terendah berhasil diangkat, ketimpangan akan berkurang.

Tahun ini, pemerintah mengalokasikan bantuan spesifik untuk 40 persen penduduk termiskin sebesar Rp 124,5 triliun. Bantuan itu diwujudkan dalam enam program.

Program pertama adalah beras untuk rakyat miskin senilai Rp 22 triliun untuk 15,5 juta rumah tangga sasaran. Kedua, program Jaminan Kesehatan Nasional sebesar Rp 21 triliun untuk 94,4 juta jiwa. Ketiga, bantuan pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar senilai Rp 8 triliun untuk 19,7 juta siswa. Keempat, Program Keluarga Harapan senilai Rp 11 triliun untuk 6 juta rumah tangga sasaran.

Adapun program kelima adalah subsidi listrik Rp 40,5 triliun untuk sekitar 23 juta rumah tangga sasaran dan keenam berupa subsidi elpiji 3 kilogram senilai Rp 22 triliun untuk sekitar 28 juta rumah tangga sasaran.

Tahun depan, anggaran untuk enam program itu direncanakan meningkat. Alokasinya menjadi Rp 160 triliun-Rp 200 triliun. Saat ini, proses penganggarannya sedang berjalan di tingkat eksekutif.
Upaya lainnya, kata Bambang, adalah memperkuat pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), terutama petani dan nelayan. Hal ini antara lain dilakukan dengan penguatan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

KUR adalah kredit yang diberikan perbankan khusus bagi UMKM dan koperasi yang memiliki prospek bisnis baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan kredit. Namun, dianggap tidak layak dalam ukuran konvensional perbankan.

KUR diharapkan dapat diakses oleh usaha produktif, seperti pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, serta jasa keuangan simpan-pinjam. Namun, saat ini sektor produktif tersebut masih kesulitan mengakses KUR. Hal ini tecermin dari penyaluran KUR ke sektor produktif yang selalu tidak lebih dari 22 persen dari total KUR.

Pada 2016, realisasi penyaluran KUR Rp 94,4 triliun dari plafon Rp 100 triliun. Sementara tingkat kredit macetnya 0,37 persen. Sekitar 66 persen KUR mengalir ke sektor perdagangan dan 22 persen ke sektor produktif, yakni pertanian, perikanan, dan industri. Sisanya disalurkan ke sektor jasa.
Untuk itu, pemerintah menargetkan 40 persen penyaluran KUR tahun ini harus ke sektor produktif. Total target penyalurannya adalah Rp 110 triliun.

Bambang menegaskan, komitmen pemerintah untuk mempercepat laju penurunan ketimpangan telah dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah 2018. Dokumen yang akan menjadi panduan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 tersebut mengusung tema “Memacu Investasi dan Infrastruktur untuk Pertumbuhan dan Pemerataan”.

“Penyeimbangan pembangunan antaradaerah juga menjadi perhatian serius pemerintah. Saya percaya, kalau kesenjangan antardaerah bisa diperkecil, hal itu bisa membantu menurunkan ketimpangan antarkelompok pendapatan,” kata Bambang.

Di luar APBN, kata Bambang, pemerintah akan mendorong kemitraan antara pengusaha besar dan UMKM. “Kelemahan kita, tak banyak pengusaha UMKM yang bisa naik kelas. Kita ingin mempercepat kenaikan kelas UMKM. Yang bisa menaikkan kelas mereka adalah pengusaha besar. Kami akan minta pengusaha besar memberi perhatian kepada pengusaha UMKM dengan melibatkan mereka ke dalam rantai pasok,” kata Bambang.

Tiga pilar

Kebijakan pemerataan diserukan Presiden Joko Widodo pada 2016. Tanggung jawab formulasi kebijakan berikut koordinasi pelaksanaannya diserahkan kepada Kementerian Koordinator Perekonomian. Pada awal 2017, formula kebijakan besarnya sudah selesai disusun. Kebijakan ini terdiri dari tiga pilar, yakni reforma agraria, perluasan akses, dan peningkatan sumber daya manusia.
Selanjutnya Kementerian Koordinator Perekonomian baru saja membentuk Tim Reforma Agraria yang terdiri dari beberapa kementerian dan lembaga terkait. Kementerian dan lembaga itu antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kantor Staf Kepresidenan.

“Kita melihat perlu dibentuk Tim Reforma Agraria untuk kontinuitas pekerjaan reforma agraria,” kata Darmin, pekan lalu.

Pemerintah menggunakan ketimpangan pengeluaran penduduk sebagai alat ukur ketimpangan ekonomi. Hal ini diformulasikan dalam rasio gini pada kisaran 0-1. Angka 0 menunjukkan kesetaraan sempurna, sedangkan 1 menunjukkan ketimpangan paling ekstrem.

Ketimpangan ekonomi Indonesia mencapai titik terendah saat krisis keuangan Asia pada 1997-1998. Saat itu, rasio gini sebesar 0,308. Seiring pemulihan perekonomian, ketimpangan berangsur-angsur melebar lagi. Bahkan, trennya terus melebar melampaui periode 1980-an dan 1990-an.

Titik terparah terjadi pada periode 2011 sampai dengan 2014 seiring ledakan komoditas. Selama periode ini, rasio gini mencapai 0,410-0,413. Per September 2015, rasio gini turun tipis menjadi 0,40. Per Maret 2016, rasio gini turun lagi menjadi 0,397.

Tren penurunan ini berlanjut pada September 2016 dengan rasio gini sebesar 0,394. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menargetkan rasio gini menjadi 0,36 pada 2019. (LAS)
Sumber: Kompas, 24 Mei 2017
Ilustrasi: freefoto.com


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2014-2016. Warta Lubeg - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger - E-mail: wartalubeg1@telkomsel.blackberry.com - PIN BB 25C29786